![]() |
Ketiga pemuda berandal bersembunyi di toko kelontong tak berpenghuni setelah melakukan pencurian, sepucuk surat misterius mendadak diselipkan ke dalam toko melalui lubang surat.
Surat yang berisi permintaan saran. Sungguh aneh.
Namun, surat aneh itu ternyata membawa mereka dalam petualangan melintasi waktu, menggantikan peran kakek pemilik toko kelontong yang menghabiskan tahun-tahun terakhirnya memberikan nasihat tulus kepada orang-orang yang meminta bantuan.
Hanya untuk satu malam.
Dan saat fajar menjelang, hidup ketiga sahabat itu tidak akan pernah sama lagi …
---------
Pengarang : Keigo Higashino
Penerjemah :
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Cetakan Ke-25, Mei 2025
Tebal : 404 halaman
ISBN : 9786020648293
Harga : Rp 130.000,- (P. Jawa)
Kisah pada bab pertama dimulai dari sebuah malam yang biasa, di
sebuah jalan yang sepi, tiga orang pemuda tengah berjalan cepat sambil membawa
sebuah tas jinjing. Ketiga pemuda itu adalah Atsuya, Kohei, dan Shota. Mereka
bertiga malam itu telah melakukan perbuatan kriminal yaitu pencurian dan
perampokan. Malangnya, mobil curian mereka mogok di tengah jalan.
Dalam kepanikan, mereka bersepakat untuk mencari tempat
persembunyian sementara sambil menunggu pagi datang. Salah seorang dari mereka
mengusulkan untuk bersembunyi di sebuah toko kelontong terbengkalai yang ia
temukan pagi sebelumnya. Ketiganya setuju.
Hal-hal aneh pun mereka alami selama bersembunyi di toko kelontong
bertuliskan “Toko Kelontong Namiya” ini. Mulai dari aliran waktu yang melambat,
hingga sebuah surat dari masa lalu yang mereka terima lewat lubang di pintu
toko. Surat itulah yang kemudian membawa mereka hanyut dalam sesi konsultasi seru
dengan seorang gadis yang sedang hidup di masa 40 tahun yang lalu. Semua hal
aneh ini mereka alami hanya dalam satu malam.
Rupanya, toko kelontong tersebut dulunya adalah milik seorang kakek
bernama Namiya Yuuji yang pada masa tuanya menerima sesi konsultasi dari siapa
pun. Kakek Yuuji selalu membalas surat-surat dari “pasiennya” tanpa terkecuali
hingga akhir hidupnya.
Sepanjang novel ini, akan banyak muncul tokoh baru. Mungkin pembaca
akan merasa sedikit kebingungan di awal, tapi perlahan akan terbiasa. Misalnya
tokoh yang tiba-tiba menjadi tokoh utama di bab kedua, yaitu Matsuoka Katsuro. Tokoh
ini bercita-cita menjadi musisi profesional, namun ia bimbang antara meneruskan
cita-citanya itu atau meneruskan usaha toko ikan keluarganya. Pergolakan
batinnya benar-benar dieksploitasi di bab ini. Benar-benar cerita dan gaya
penceritaan yang berbeda dari bab pertama. Bab pertama lebih dominan dengan
dialog-dialog seru antar tokoh, namun bab kedua lebih banyak paragraf
pergulatan batin yang dinarasikan melalui sudut pandang penulis. Jujur, agak
membosankan. Beberapa paragraf malah tidak saya baca karena saya sudah bisa
menebak isinya.
Cerita yang total berbeda dengan bab pertama inilah yang membuat
saya mengira bahwa buku ini bukan novel, awalnya, melainkan kumpulan cerita
pendek yang tidak berkaitan antara satu bab dengan bab yang lain. Namun
perkiraan saya salah. Kisah Matsuoka Katsuro ini masih berkaitan dengan kisah
di bab pertama, bahkan benang merahnya terbentang jauh hingga akhir cerita. Jika
bisa saya umpamakan, semua cerita di buku ini ibarat mata rantai yang setiap biji
besinya ditempa di tempat yang sama yaitu Toko Kelontong Namiya.
Ya, Matsuoka Katsuro adalah salah satu “pasien” Toko Kelontong
Namiya. Rasanya kepala saya meletup saat membaca. Mau kisah yang mana pun,
siapa pun tokohnya, Toko Kelontong Namiya punya peran besar di dalamnya.
Satu lagi. Jika Toko Kelontong Namiya menjadi tempat lingkaran
waktu dalam novel ini terjadi, maka Taman Marumitsu menjadi tempat di mana
orang-orang di dalam novel ini pernah menjalani hidupnya. Dan ajaibnya lagi,
terdapat kisah romantis di antara dua tempat ini. Romantis namun tragis.
Bagi saya, membaca novel ini seakan-akan kita berhadapan dengan
seorang psikolog. Tanpa sadar beberapa masalah yang saya hadapi, pun dihadapi
oleh tokoh dalam novel ini. Kakek Yuuji menjawab semua curahan hati setiap
orang dengan tenang. Membaca surat-surat balasan Kakek Yuuji seperti sedang
dinasihati oleh seorang kakek yang telah khatam dengan asam garam kehidupan.
Benar-benar hangat dan menenangkan. Novel ini sangat saya rekomendasikan untuk
dibaca.
Jujur, setelah membaca novel ini saya jadi ingin menulis surat
untuk diri saya sendiri di masa lalu. Seandainya bisa, ya...

1 comments:
commentsBuku ini sangat terkenal dan sudah banyak dibaca orang tetapi saya malah belum baca. Entah benar atau enggak, kayaknya saya pernah nonton filmnya. Adegannya persis seperti ringkasan besar cerita novel ini. Saya makin penasaran sebagus apa cerita novelnya.
ReplyJangan lupa tinggalkan komentar kalian, ya.
Terima kasih banyak untuk kunjungannya. :-)