Wishful Wednesday [1] – Suka Baca Sejarah


Duh, saya baru tahu tentang Wishful Wednesday, dan ternyata meme ini sudah berjalan 4 tahun. Wow! Ketinggalan banget aku ya. Hehehe. Maklum, baru saja jadi blogger, dan baru satu tahunan suka baca. Tapi dalam hal ini, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Betul? (Betuuuul!)
Apa yang menjadi tujuan Wishful Wednesday ini sebenarnya sudah saya lakukan jauh-jauh hari; membuat daftar buku yang diimpikan. Serius. Saya sudah buat daftarnya di Word dengan tujuan agar saya ingat, ketika saya punya uang, buku-buku itulah yang saya beli lebih dulu. Dan sampai hari ini, tidak ada satu pun buku di daftar tersebut yang nangkring di rak buku saya T_T


Buku-buku impian saya mayoritas adalah buku sejarah. Yes, saya penikmat sejarah. Dan mumpung Wishful Wednesday lagi ngadain GiveAway, saatnya daftar di word ini turun ke lapangan. Hehehe. Semoga rezeki saya. Amiiin ^_^ Ini dia daftar buku yang pengen banget saya miliki.
1. Sang Patriot

Buku ini sangat saya cari. Sebuah novel epos yang mengangkat sejarah di kota tempat saya tinggal, Jember. Kisah heroik perjuangan pasukan Letkol M. Sroedji melawan Agresi Militer Belanda. Sayangnya, saya belum pernah punya cukup dana dan kesempatan membelinya. Buku ini dapat dibeli di sini.
2. Dari Puncak Andalusia

Buku ini membahas peradaban Islam di Eropa khususnya Andalusia (Spanyol). Saya tidak menyangka sebelumnya bahwa Eropa sempat tersentuh Islam meskipun tidak lama. Buku ini akan sangat cantik jika ditempatkan di rak berdampingan dengan buku Dari Puncak Baghdad yang sudah saya miliki. Buku ini dapat dibeli di sini.
3. Jugun Ianfu: Jangan Panggil Aku Miyako

Pertama kali melihat buku ini di rak sebuah toko buku di Jember, saya jadi ingat kisah Jugun Ianfu yang pernah ditayangkan di Kick Andy. Kisah para perempuan Indonesia yang dijadikan budak seks oleh tentara Jepang pada masa penjajahan. Ternyata sudah ada novel tentang Jugun Ianfu itu. Ini novel sejarah. Harus saya miliki. Buku ini dapat dibeli di sini.
Sekian dulu buku-buku yang pengen banget saya miliki. Sebenarnya banyak, tapi tiga buku di atas adalah prioritas. Semuanya buku sejarah. Tapi bukan berarti aku gagal move on, ya. Hehehe ^_^
Sampai jumpa di Wishful Wednesday-ku minggu depan. ^^

[Resensi] Menghidupkan Mimpi Ala Pemimpi Sukses


  

Judul            : Menghidupkan Mimpi ke Negeri Sakura
Penulis         : Gagus Ketut, dkk.
Penerbit       : Pena Nusantara
Cetakan        : I/2014
Ukuran         : 14,8 x 21 cm
Tebal            : x + 206 halaman
Kertas          : HVS, Soft cover
ISBN            : 978-602-1277-02-7
Harga           : Rp 40.000

Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang.
Begitulah Imam Syafii menasehati setiap orang dalam syairnya yang masyhur. Agaknya, syair dari Imam Syafii di atas sangat tepat untuk menggambarkan setiap kisah hidup kesembilan belas mahasiswa PPI-Osaka Nara yang menulis buku ini. Kebetulan salah satu penulis juga mencantumkan penggalan syair tersebut untuk menginspirasi para pembaca. (halaman 8)
Sebuah kisah yang dialami langsung oleh penulisnya lebih berguna untuk dibaca daripada sekadar panduan yang belum pernah dilakukan. Buku Menghidupkan Mimpi ke Negeri Sakura (MMKNS) ini salah satu yang mencoba melakukannya. Terdapat sembilan belas kisah nyata dalam buku setebal 206 halaman ini. Sepanjang menelusuri bagian demi bagian cerita, pembaca akan dibawa menuju detik-detik paling berharga bagi para penulis. Setiap detik itu adalah waktu yang terjadi di masa silam; perjuangan melelahkan, perpisahan mengharukan, dan kejutan tak terduga yang menemani mereka hingga di Negeri Sakura.
Sembilan belas kisah dalam buku ini ditulis secara apa adanya. Bukan sepenuhnya cerpen, artikel, ataupun yang sejenisnya. Sekali lagi, apa adanya. Bahkan Kekuatan DUIT (Doa, Usaha, Ikhtiar, Tawakal) yang ditulis oleh Gagus Ketut, sang koordinator penulis tampak seperti uraian kalimat mutiara yang dijabarkan dengan kisah nyata dirinya sendiri. Sangat menarik dan unik.
Tak kalah unik, cerita yang berjudul Para Cameo sang Penentu Jalan Cerita, sebagian besar berisi ucapan terima kasih penulis kepada pihak-pihak yang telah membantunya hingga sampai ke Jepang. Mulai dari orangtua, para guru, office boy, hingga tukang ojek.
Ada juga penulis yang bercerita dengan gaya cerpen. Di antaranya adalah cerita-cerita favorit saya, antara lain; Perjuangan Demi Perjuangan Meraih Mimpi ke Negeri Sakura, Dari Negeri Saburai ke Negeri Samurai, dan Tak Ada Jalan yang Tak Sampai. Ketiganya menceritakan pahit getir perjuangan penulis mendapatkan beasiswa hingga menjalani hidup di Jepang. Banyak hikmah yang dapat diambil dari ketiga cerita tersebut dan cerita-cerita lainnya, yaitu; pantang menyerah, berpikir positif, hindari penundaan, pandai mengambil peluang, dan yang paling penting, menggapai mimpi itu tidak harus kaya.
Hal-hal tersebut sejalan dengan apa yang ditulis oleh Gagus Ketut pada kata pengantar, bahwa tujuan utama penulisan buku ini adalah menginspirasi sekaligus memotivasi pembaca, khususnya para pemuda Indonesia untuk berani berjuang mendapatkan beasiswa kuliah di Jepang.
Akhirnya, saya mengajak teman-teman PPI Osaka-Nara untuk menulis kisah inspirasi perjuangan mendapat beasiswa dan kuliah di Jepang. (halaman iv)
Namun sayangnya tidak semua penulis MMKNS memenuhi tujuan tersebut. Beberapa penulis tidak menjadikan kisah perjuangannya sebagai pokok utama cerita. Mereka malah terlalu banyak memasukkan kisah sebelum mendapatkan beasiswa, kisah masa kecil, atau bahkan kisah selama berada di Jepang. Sementara kisah heroik mendapatkan beasiswa ke Jepang itu sendiri hanya secuil. Hampir tidak ada. Sebut saja di antaranya: Yosakoi, Oleh-Oleh Untuk Surabaya. Kisah ini sama sekali tidak menyinggung perjuangan mendapat beasiswa. Penulis hanya menceritakan dirinya yang mengikuti salah satu grup kesenian di Jepang untuk ia bawa ilmunya ke Indonesia. Inspiratif, namun belum tepat sasaran.
Berbeda namun sejalan dengan cerita berjudul Hidup Lebih Indah dengan Sekolah. Penulis lebih banyak menceritakan masa kecilnya yang penuh kesulitan, serta masa-masa kuliahnya di Indonesia yang penuh perjuangan. Namun porsi untuk menceritakan usahanya mendapatkan beasiswa hanya sedikit.
Dari situ pembaca akan merasa heran ketika mendapati cerita yang tidak pada tempatnya. Bukannya mencerahkan, malah terkesan curhat. Hal demikian seharusnya diperhatikan betul oleh para penulis, terlebih lagi koordinator penulis. Sebab sebuah buku ataupun cerita yang baik, konsisten dengan apa yang ditulisnya. Meskipun dalam kasus MMKNS ini beberapa cerita yang menyimpang tersebut masih dapat ditoleransi berkat judul buku yang mengusung tajuk “Menghidupkan Mimpi”, yang sebenarnya mimpi itu dapat “hidup” cukup dengan iming-iming cerita indahnya kuliah di Negeri Sakura.
Selain masalah tujuan yang mesti dipertegas, tata bahasa juga perlu diperhatikan. Terdapat banyak kesalahan penulisan kata dan penempatan tanda baca dalam buku ini. Kemudian, ukuran font yang kadang berubah. Misalnya pada halaman 7 dan halaman 8. Jelas terlihat ukuran font pada halaman 7 lebih kecil dibandingkan halaman 8. Memang sepele, namun cukup mengganggu bagi pembaca.
Kendati demikian, saya yakin bahwa antologi kisah inspiratif ini merupakan salah satu contoh dari apa yang disebut fenomena gunung es. Bagian yang tampak di permukaan laut hanya seperdelapan dari bagian seluruhnya yang berada di bawah air. Kisah-kisah dalam buku ini pun mungkin hanyalah secuil kisah dari banyak mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikan di luar negeri, terutama di Negeri Sakura. Namun secuil kisah ini memiliki daya luar biasa kuat, dan lebih dari cukup untuk menumbuhkan minat, impian, dan greget setiap pemuda Indonesia untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri.
Seperti ungkapan Pramoedya Ananta Toer, “Tulis, tulis, tulis; suatu saat pasti berguna.” Tulislah setiap jengkal perjalanan kita dalam menggapai mimpi. Suatu saat, pada generasi yang berbeda, seseorang akan membacanya dan merasakan mimpi dalam dirinya melangit. Seperti yang telah dilakukan para pemimpi di PPI Osaka-Nara ini. Oleh karena itu, apa yang mereka lakukan ini penting dan, sebenarnya, harus dilakukan pula oleh para pemimpi sukses lainnya di luar sana.(*)


Muhammad Rizal B. Firmansyah, lahir di Jember, 23 September 1995. Sedang menempuh gelar sarjana di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember. Selain hobi membaca, ia juga aktif menulis cerpen dan puisi. Beberapa karyanya pernah dimuat di beberapa koran dan majalah lokal. Karya lainnya terbit dalam beberapa buku antologi bersama. Di antaranya: Kumpul Bocah (LovRinz: 2015), Blackout (Raditeens: 2015), dan Pukul 6 (Writing Revolution: 2015). Ia dapat disapa via HP: 085708307860 atau e-mail firmantigerstar@gmail.com.

[Review “Petualangan Trio Ranger”] Kisah Persahabatan ala Detektif Cilik



Budi, Dios dan Voni adalah murid-murid yang paling cerdas di kelasnya, kelas 5 SD Patriot. Ketiganya adalah sahabat karib. Oleh teman-teman mereka, Budi, Dios, dan Voni dijuluki Trio Ranger. Karena mereka bertiga senang bermain dan melakukan banyak hal bersama.
Suatu hari, kelas mereka kedatangan siswa baru, pindahan dari sekolah lain. Siswa itu bernama Ferdi. Ferdi merupakan teman yang cepat akrab dengan teman-teman lainnya termasuk Trio Ranger. Hingga suatu hari, kelas mereka heboh. Kotak pensil milik Rina hilang. Kotak pensil itu bukan kotak pensil biasa. Rina mendapatkan benda kesayangannya itu dari pamannya di Singapura.
Trio Ranger segera tanggap. Mereka segera melakukan penyelidikan untuk mencari tahu keberadaan kotak pensil Rina. Dengan cara yang sangat cerdas mereka akhirnya menemukan kotak pensil Rina sekaligus menemukan pencurinya.
Dalam kisah Trio Ranger menemukan pencuri ini, penulis benar-benar membedakan antara “menuduh” dengan “menduga”. Menuduh tentu tidak sama dengan menduka. Dan dalam kisah ini, Trio Ranger lebih mengedepankan menduga daripada menuduh seseorang. Orang yang diduga mencuri kotak pensil Rina adalah teman kelas mereka sendiri. Lantas Budi, Dios, dan Voni pun melakukan penyelidikan ala detektif untuk membuktikan kebenaran dugaan mereka.
Akan tetapi setelah kasus kotak pensil Rina selesai, muncul satu kasus lagi, yaitu hilangnya buku-buku ensiklopedia di perpustakaan. Lagi-lagi mereka harus berperan sebagai detektif untuk menemukan pencurinya. Lalu, semua bukti sudah di tangan. Keseruan mengungkap misteri selanjutnyanya akan menjadi pelajaran berharga untuk dibaca oleh anak-anak usia dini.
Nilai-nilai yang terkandung dalam buku ini meliputi kejujuran, tanggung jawab, persahabatan, kerja sama, dan menghargai teman yang berbeda. Maka dari itu, buku ini sangat direkomendasikan untuk menjadi koleksi bacaan anak di rumah ataupun menjadi koleksi di perpustakaan sekolah.
Judul            : Petualangan Trio Ranger
Penulis         : Hamdani MW
Penerbit       : Lintang (Indiva Media Kreasi)
Cetakan        : I/2013
Ukuran         : 14,8 x 21 cm
Tebal            : 144 halaman
Kertas          : HVS, Soft cover
ISBN            : 978-602-1277-02-7
Harga           : Rp 28.000

[Resensi “Cinder: The Lunar Chronicles”] Putri Dongeng dalam Konflik Masa Depan




[BLURB]
Wabah baru tiba-tiba muncul dan mengecam populasi penduduk Bumi yang dipenuhi oleh manusia, cyborg, dan android. Sementara itu, di luar angkasa, orang-orang Bulan mengamati mereka, menunggu waktu yang tepat untuk menyerang.
Cinder—seorang cyborg—adalah mekanik ternama di New Beijing. Gadis itu memiliki masa lalu yang misterius, diangkat anak dan tinggal bersama ibu dan dua orang saudari tirinya. Suatu saat, dia bertemu dengan Pangeran Kai yang tampan. Dia tidak mengira bahwa pertemuannya dengan sang Pangeran akan membawanya terjebak dalam perseteruan antara Bumi dan Bulan. Dapatkah Cinder menyelamatkan sang Pangeran dan Bumi?
--------
Judul            : Cinder: The Lunar Chronicles
Penulis         : Marissa Meyer
Penerjemah   : Yudith Listiandri
Penerbit       : Spring (Grup Penerbit Haru)
Cetakan        : I/Januari 2016
Ukuran         : 19,7 x 13,7 cm
Tebal            : 384 halaman
Kertas          : Bookpaper, Soft cover
ISBN            : 978-602-715-054-6
Harga           : Rp 79.000

Pertama kali melihat kover dan membaca blurb novel ini, saya menebak bahwa Cinder mengadaptasi kisah Cinderella. Dan tebakan itu semakin nyata ketika membaca biodata Marissa Meyer dalam buku ini. Ia seorang author fanfiksi! Bagi saya, fanfiksi selalu identik dengan kreatifitas yang mengagumkan. Mengubah suatu cerita yang sudah ada menjadi kisah baru, yang tidak meninggalkan kesan cerita aslinya.
Seperti kita tahu, Cinderella adalah seorang gadis cantik yang sayangnya bernasib tidak baik. Ia diasuh oleh ibu tirinya yang kejam. Setiap hari Cinderella mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga seperti menyapu, mengepel, mencuci, dan sebagainya. Sosok Cinderella dalam novel Cinder ini pun tidak jauh berbeda nasibnya dengan Cinderella dalam kisah canon. Namun bedanya, nama Cinderella diubah menjadi Linh Cinder. Mungkin tujuan penulis membuang “ella” agar tokoh yang ia kreasikan itu meninggalkan kesan anggun yang biasa melekat pada tokoh Cinderella. Dan benar saja, Cinder(ella) dalam novel ini adalah seorang mekanik! Dengan tubuh dan penampilan yang sangat jauh dari kata “anggun”.
“Meskipun tubuh Cinder adalah tubuh seorang wanita, keindahannya telah hancur oleh apa pun yang dilakukan ahli bedah kepadanya, meninggalkannya dengan sosok tubuh yang lurus seperti tongkat. Terlalu kurus. Terlalu kelelaki-lakian. Terlalu kaku dengan tungkai palsunya yang berat.” (hlm. 37-38)
“..., dan akhirnya mengakui kehadiran Cinder dengan mencuri pandang ke arah sepatu bot dan celana kargo kotor gadis itu.” (hlm. 27)
Bahkan nama “Linh Cinder” pun tidak anggun. Sampai-sampai ia dikira laki-laki.
“Aku sedang mencari Linh Cinder”. kata Pangeran. “Apakah pria itu ada?” (hlm. 12)
Linh Cinder sebenarnya telah menikmati kehidupannya di bengkel reparasi miliknya di sekitar pasar kota New Beijing. Di sana ia dapat terbebas sejenak dari kesewenang wenangan Adri, ibu tirinya. Karena itu juga, ia dapat membeli kaki pengganti untuk kaki kirinya yang telah usang dan kekecilan tanpa diketahui Adri. Iya, Cinder dalam novel ini adalah seorang cyborg. Manusia dengan bagian-bagian tubuh tertentu berupa mesin. Kaki dan tangan Cinder adalah contoh bagian yang terbuat dari metal. Namun karena keistimewaan itulah, Cinder menjadi mekanik terbaik di New Beijing.
Cinder semakin menikmati profesinya sebagai mekanik ketika Pangeran Kai, putra mahkota di Persemakmuran Timur itu berkunjung ke bengkelnya untuk meminta Cinder memperbaiki robot android miliknya. Android itu sangat penting. Rahasia di dalamnya dapat menjadi penyelamat bagi kerajaan, bahakan bagi bumi. Pertemuan itu ia harapkan menjadi pembuka bagi pertemuan-pertemuan berikutnya.
Tapi sepertinya harapan Cinder harus ditelannya lebih dalam. Kejadian di pasar hari itu akan mengubah kehidupannya ke depan. Penyakit Letumosis menjangkiti orang-orang yang ia kenal. Awalnya Chang Sacha, teman sesama pemilik kedai di pasar kota New Beijing, kemudian Peony, saudari tirinya. Cinderlah yang Adri dan Pearl—kakak Peony salahkan atas kejadian Peony. Ia dianggap menularkan penyakit itu pada Peony. Maka dengan senang hati, Adri, sebagai wali dari Cinder, merelakan Cinder untuk menjadi kelinci percobaan dalam penelitian Letumosis.
Di istana, Cinder ditangani oleh Dokter Erland. Lelaki itu menyuntikkan virus Letumosis ke tubuh Cinder. Tak dinyana, virus itu lenyap. Tubuh Cinder kebal. (bab 9) Kekebalan itu hanya bisa berarti satu hal. Cinder bukan berasal dari bumi. Dan setelah Dokter Erland melakukan penelitian terhadapnya, barulah diketahui identitas Cinder yang sebenarnya. Fakta itu begitu mengejutkan, sehingga Dokter Erland sendiri harus bersusah payah meyakinkan Cinder.
Pada waktu yang sama, penguasa Bulan bernama Ratu Levana datang ke bumi. Ia hendak menjalin kerjasama dengan bumi melalui pernikahan dengan Pangeran Kai. Saat itu pula Dokter Erland meminta Cinder agar menjauh dari Ratu Levana, demi keselamatan Cinder sendiri. Tapi, sesuatu yang Cinder ketahui tentang rencana busuk Levana mengharuskan ia menemui Pangeran Kai. Jika ia gagal memberi tahu Kai, nyawa seluruh penduduk bumi terancam. Namun jika ia nekat mendekati calon kaisar itu pada saat pesta dansa di istana, Levana akan melihatnya, dan itu mengancam nyawanya sendiri. Akan tetapi keputusan Cinder telah bulat. Kai harus tahu kebusukan Levana. Maka di sanalah semua dipertaruhkan.
Jika diperhatikan setting, konflik, dan penggunaan nama-nama benda dalam novel ini, Cinder merupakan novel bergenre Sci-fi (Science Fiction), Fiksi Ilmiah. Lebih khusus, novel ini bergenre Dystopia. Artinya, seting waktu novel ini adalah masa depan. Banyaknya istilah-istilah baru, benda-benda fiktif, inovasi-inovasi dalam banyak hal yang ada dalam novel ini semakin menegaskan bagaimana masa depan itu. Sangat nyata. Begitu logis Marissa Meyer mengimajinasikannya.
Akan tetapi ada satu hal yang tidak saya mengerti. Penggambaran kota New Beijing sejak awal begitu mengagumkan. Gedung-gedung menjulang tinggi. Setiap dinding gedung dipasangi netscreen (sejenis televisi). Banyak hover (mobil terbang) melayang di sekitar gedung-gedung itu. Dalam bayangan saya, tempat itu sempurna. Akan tetapi, pada bagian lain penulis menggambarkan sebaliknya.
“Cinder terkejut mendapati betapa banyaknya sampah dan puing-puing berserakan di jalan sejak hover tidak lagi memerlukan jalan terbuka.” (hlm. 318)
Kalimat di atas berlawanan dengan keadaan yang digambarkan sebelumnya. Jika jalanan dipenuhi sampah dan puing-puing, bagaimana penduduk New Beijing dapat nyaman dengan keadaan yang demikian? Dan bagaimana mereka yang berjalan kaki? Meskipun ada trotoar, selebar apa bahu jalan itu dibandingkan badan jalan? Jika keadaan sepanjang jalan di New Beijing seperti itu, kota itu lebih layak disebut tempat sampah daripada kota kerajaan. See?
Lalu mari beralih pada substansi novel pertama seri The Lunar Chronicles ini. Cinder terdiri atas empat bagian yang disebut “Buku Satu”, Buku Dua”, dan seterusnya. Masing-masing bagian terbagi menjadi beberapa bab. Jumlah keseluruhan bab ada 37. Pada setiap penanda keempat bagian itu, penulis menyertakan penggalan inti dongeng Cinderella sebagai inti dari bagian yang akan diceritakannya. Dan asumsi saya, dengan menuliskan penggalan kisah itu, penulis ingin cerita yang dikarangnya tidak keluar dari koridor kisah asli Cinderella. Penulis masih ingin mempersembahkan novel tersebut sebagai sebuah fanfiksi. Bukan novel pada umumnya.
Satu yang berbeda dari buku ini dengan buku-buku lain yang pernah saya baca, adalah penempatan “ucapan terima kasih” penulis yang diletakkan di akhir novel. Bukankah bagian itu seharusnya ada di awal?
Lanjut dari segi penerjemahannya, setiap kalimat dalam novel ini mudah dimengerti. Akan tetapi ada satu kata, yang menurut saya itu salah, namun diulang-ulang. Entah apakah penerjemah maupun editor menganggap itu benar, tapi menurut saya itu aneh. Kata itu adalah “memelesat”. Menurut KBBI, kata dasarnya adalah “lesat”. Jika ditambah imbuhan –me seharusnya menjadi “melesat”. Jika saja kata “memelesat” itu hanya muncul satu kali, bisa jadi itu salah ketik. Tapi kata itu selalu digunakan untuk kata kerja yang seharusnya ditulis “melesat”. Saya butuh jawaban untuk ini. Mungkin saja saya yang ketinggalan zaman. Semoga editor maupun penerjemah membaca resensi ini. ^_^
Terakhir, tiada yang paling saya inginkan selain menuntaskan seri novel The Lunar Chronicles sampai buku yang terakhir. Novel Cinder ini keren. Terima kasih Penerbit Spring untuk hadiah Novel Cinder: The Lunar Chronicles ini. Saya selalu suka membayangkan suatu tempat yang belum pernah ada sebelumnya. Cinder memenuhi otak saya dengan imajinasi. Ditambah lagi iming-iming cuplikan novel Scarlet di akhir buku ini. Ah, saya tidak sabar menunggu Spring menerbitkan novel-novel Marissa Meyer selanjutnya.
Quotes bagus yang saya temukan di novel ini:



Yang satu ini untuk pemerintah, atau pihak mana pun yang melegalkan pembangunan secara menggila di beberapa wilayah.

 Selamat membaca ^_^

[Resensi] P3K Pedoman Pembentukan Diri dengan Berpikir karya Deasylawati P

 [BLURB]

Berpikir positif adalah selalu percaya dan yakin bahwa dirinya baik, orang lain juga baik. Tidak pernah menggunjingkan, mencela, dan berprasangka buruk terhadap orang lain maupun keadaan yang akan terjadi alias selalu optimis dalam semua kondisi.
Bisakah hal ini kita lakukan? Jawabnya, tentu saja bisa.
Henry Ford, pembuat mobil Ford pertama di dunia mengatakan, “Jika Anda yakin mampu melakukan sesuatu, atau Anda yakin tidak mampu melakukan sesuatu, maka Anda benar dalam dua keyakinan itu.”
Jadi mulailah berpikir positif dari sekarang. Dan yakinlah bahwa kita mampu selalu berpikir positif di masa mendatang. You can, if you think you can!
Berpikir positif erat kaitannya dengan keyakinan. Tapi apakah sebatas itu saja? Bagaimana sebenarnya pikiran positif itu? Apakah berpikir positif itu suatu hal yang mudah? Terlepas dari itu semua, kenapa kita harus berpikir positif?
Jawabannya ada di buku ini!
***
Judul            : P3K (Positif, Produktif, Prestatif, Keren)
Penulis         : Deasylawati P.
Penerbit       : Indiva Media Kreasi
Cetakan        : I/ Desember 2015
Dimensi        : 19 x 13 cm
Tebal            : 160 halaman
Kertas          : Paperback, Soft copy
ISBN            : 978-602-1614-75-4
Kategori       : Motivasi

Pikiran manusia merupakan sesuatu yang ajaib. Pikiran dapat memengaruhi setiap unsur yang membentuk manusia. Mulai dari fisik, perasaan, sikap, hingga psikis. (Bab 2) Dalam hal ini, tergantung pada sisi mana kita menempatkan pikiran tersebut. Ke arah positifkah, atau ke arah negatif. Tentu semua ingin terus berpikiran positif. Namun apakah selalu bisa? Tidak. Keadaan seringkali menyudutkan kita untuk ber-negative thinking. Tapi, tunggu dulu. Buku ini tidak akan berbicara banyak tentang pikiran negatif. Buku ini akan mengupas sekupas-kupasnya (?) tentang pikiran positif dan segala hal di sekitarnya.

Dalam sejarah manusia, ada banyak contoh orang-orang yang selama hidupnya dipenuhi pikiran-pikiran positif, misalnya, Nabi Muhammad Saw., Nabi Musa as., Muhammad al Fatih, Thomas A. Edison, hingga Dr. Ibrahim Elfiky. Buku P3K ini menceritakan kisah mereka kembali. Sebuah buku yang di dalamnya juga bersemayam roh motivator dan novelis sekaligus. Perpaduan yang –jika boleh saya karang dengan kejam—dapat disebut motivanovelis. (Apaan, sih! Tapi keren juga. Hehehe...)

Deasylawati, dengan kepiawaian seorang penulis puluhan novel dan buku non-fiksi, kali ini menyajikan sesuatu yang berbeda, dengan gaya bercerita yang ringan dan cerdas, buku ini lahir dengan tujuan utama menuntun pikiran-pikiran positif bersarang di kepala pembaca. Pikiran-pikiran positif dari banyak tokoh Islam dan dunia ia tampilkan sebagai contoh yang motivatif.

Bab “preambule” –begitulah Deasylawati menulisnya—ia awali dengan kisah Nabi Musa dan pasukan Firaun yang terlibat kejar-kejaran di laut Merah. Bab inilah yang menjadi induk semua bab. Dengan kisah yang diambil dari al-Quran itu, Deasylawati mampu mengambil hikmah dan menyajikannya sebagai pengantar untuk bab-bab selanjutnya.

“Namun, Nabi Musa memimpin kaumnya untuk tetap berpikir positif saja atas pertolongan Allah. Ini Allah, lho! Allah yang Mahakuasa dan bisa melakukan apa pun dengan hanya perintah ‘Kun!’ atau ‘Jadilah!’” (hal. 9)

Begitu menghunjam! Berpikir positif memang hal yang seharusnya dilakukan oleh setiap orang, terlebih bagi seorang muslim. Setiap muslim memiliki Allah yang dapat melakukan apa saja. Berpikir negatif artinya meragukan Allah. Meremehkan kuasa Allah yang bergelar al-Mulk.

Berpikir positif, sebagaimana pula berpikir negatif, lahir dari pengalaman masa lalu manusia. Otak sebagai brankas ingatan paling luar biasa, merekam setiap kejadian pada masa lalu dan menyimpannya dalam bentuk file yang pada suatu saat dapat dibuka kembali. File-file inilah yang membentuk pikiran manusia. (Bab 1) Positif atau negatif, hitam atau putih, menyerah atau tidak, dan seterusnya. Semua berhak memilih.

“Ketika ada dua kenyataan yang terjadi, antara kenyataan yang positif dan negatif, maka ke mana pikiran kita, ke situlah nasib kita selanjutnya.” (hal. 104) Dan buku ini akan membantu kita memilih yang terbaik. Namun satu hal yang penting untuk diingat, inti dari buku ini; You are what you think! Kamu adalah apa yang kamu pikirkan.

Sebelum membaca buku ini, sebagian orang mungkin tengah terlena dengan pikiran-pikiran negatifnya. Bahkan, ketika mendengar judul atau melihat sampul buku ini saja, pikiran negatif mungkin seketika bergelayut. “P3K? Mungkin buku tentang pengobatan darurat,” atau “Ah, buku ini pasti untuk remaja yang gaul, tidak cocok untukku.”

Sekali lagi, You are what you think. Buku ini memang tentang pengobatan darurat. Darurat untuk orang-orang yang selalu diliputi pikiran negatif, sangat susah untuk berpikir positif bahkan untuk kenyamanan hidupnya sendiri. Nah, lihat, bagaimana saya telah berpikir positif, mengenyahkan contoh pikiran negatif di atas.

You are what you think. Gaya tulisan dalam buku ini memang bukan bahasa yang sepenuhnya ilmiah. Segmentasi utama pembaca buku ini adalah para remaja yang umumnya masih labil dalam berpikir. Namun secara keseluruhan, buku ini sangat direkomendasikan bagi siapa pun yang butuh pertolongan darurat (seperti di atas). Gaya bercerita Deasylawati tidak membuat pembaca merasa digurui. Ini salah satu nilai plus yang disajikan Deasylawati. Ia seperti sedang berdiskusi akrab secara empat mata dengan pembaca bukunya.

“Coba bayangkan, jika asam yang sedemikian kuat dihasilkan oleh lambung kita dapat membunuh tikus, apa dampaknya jika asam seperti itu terus berada dalam tubuh manusia selama dia terus berpikiran negatif? Kamu mau? Hehehe.”  (hal. 68)

Don’t judge a book by its cover! (Ngomong-ngomong, cover-nya keren, lho. Wajahku bisa jadi lebih ganteng. Coba, deh! ^^)

Sepanjang membaca buku ini, secara bertahap pikiran pembaca akan mengalami pertukaran hitam-putih yang konstan. Pikiran putih (positif) masuk, pikiran hitam (negatif) pergi. Fisik, sikap, perasaan, dan psikis pun akan terpengaruh. Setiap tindakan, dan setiap pengalaman akan bersandarkan pada pikiran positif. Semua mimpi akan mudah tercapai.You are what you think.

[Resensi “Attachments”] Cinta Itu... Dari E-mail Turun ke Hati

[BLURB]
Lincoln masih belum percaya bahwa pekerjaannya sekarang adalah membaca E-mail orang lain. Saat ia melamar pekerjaan sebagai petugas keamanan Internet, pemuda itu mengira ia akan membangun firewall dan melawan hacker, bukannya memberi peringatan pada karyawan yang mengirim E-mail berisi lelucon jorok seperti sekarang.
Beth dan Jennifer tahu bahwa ada seseorang di kantor yang memonitor E-mail mereka. Hal itu adalah kebijakan kantor. Namun, mereka tidak menganggapnya serius. Mereka bertukar E-mail tentang hal-hal paling pribadi.
Saat Lincoln menemukan E-mail Beth dan Jennifer, pemuda itu tahu ia harus melaporkan mereka berdua. Namun ia tidak bisa. E-mail mereka terlalu menarik untuk dilewatkan.
Hanya saja, saat Lincoln sadar ia mulai jatuh hati pada salah satunya, sudah terlalu terlambat untuk memulai perkenalan.
Lagi pula, apa yang bisa ia katakan...?
---------
Judul            : Attachments
Penulis         : Rainbow Rowell
Penerjemah   : Airien Kusumawardani
Penerbit       : Spring (Grup Penerbit Haru)
Cetakan        : I/ Desember 2015
Ukuran         : 20 x 14 cm
Tebal            : 436 halaman
Kertas          : Bookpaper, Soft cover
ISBN            : 978-602-71505-5-3
Harga           : Rp 76.000
LINCOLN sangat memahami bahwa pekerjaannya sebagai pengawas E-mail para karyawan bukanlah pekerjaan yang normal. Pekerjaan itu bisa disebut mengintip privasi orang lain. Ibunya pun setuju, bahwa pekerjaan semacam itu tidak seharusnya dijadikan profesi. Namun apa boleh buat, Lincoln pandai dalam hal komputer, dan pekerjaan tersebut memang dibutuhkan oleh kantor yang mempekerjakannya untuk mencegah penyalahgunaan internet kantor untuk urusan pribadi.
Sementara itu, seseorang di ruangan lain sedang berkirim E-mail dengan sahabatnya di ruangan yang berbeda. Mereka bernama Beth dan Jennifer, dua perempuan yang menurut Lincoln adalah artis di komputernya. Setiap malam ia mendapati E-mail mereka terjaring oleh software khusus yang diinstal oleh Lincoln untuk membantu pekerjaannya. Namun seperti dihipnotis, Lincoln menimati percakapan mereka. Ia menikmati setiap kalimat yang mereka tulis. Bahkan ia berharap setiap hari ada E-mail mereka yang terjaring oleh komputernya.
Seakan permohonannya terjawab, nama Beth dan Jennifer terus menerus muncul di komputer Lincoln. Setiap hari. Bahkan salah satu dari mereka kini muncul di hati dan pikirannya. Dialah Beth. Lincoln terpesona pada Beth sang kritikus film. Meski Lincoln belum pernah sekali pun bertemu dengannya. Tapi itulah Lincoln. Ia terpesona pada kelucuan dan kecerdasan Beth dalam setiap E-mail yang diintipnya.
“Lincoln tidak bisa menjelaskan, bahkan kepada dirinya sendiri, mengapa Beth begitu berarti baginya. Beth dan Jennifer sama-sama lucu, penyayang, dan memiliki kecerdasan yang unik. Namun, kecerdasan Beth itu selalu berhasil mencengkeram Lincoln.”  (hlm. 148)
Pepatah Jawa yang terkenal “Witing trisna jalaran saka kulina” (hadirnya cinta berasal dari pandangan mata) tidak berlaku bagi pemuda satu ini. Baginya, “Witing trisna jalaran saka E-mail”. ^0^
Suatu ketika, seperti biasa E-mail Beth terjaring aplikasi penjaga. Namun kali ini apa yang Beth bicarakan dengan Jennifer membuat Lincoln tersipu tak percaya. Beth membicarakan sosok laki-laki yang ditemuinya sekilas di kantor tersebut. Laki-laki itu tinggi menjulang, tampan, manis, dan berambut coklat. Tak butuh waktu lama bagi Lincoln untuk menyadari bahwa laki-laki itu adalah dirinya sendiri. Beth melihatnya, dan Beth menyukainya (juga)!
Terang saja sejak saat itu, Lincoln mencoba untuk memperlihatkan jejak keberadaannya kepada Beth. Ia sering pergi ke kantor pada siang hari meskipun seharusnya ia masuk pada malam hari. Lincoln terus berusaha agar Beth melihatnya lagi. Lincoln mulai menikmati setiap E-mail Beth yang membicarakan dirinya. Memuji dirinya. Melihat dirinya walau sekelebat.
Namun di sisi lain Lincoln tidak memiliki keberanian menemui Beth secara langsung. Bagaimana ia akan menemui gadis itu? Mengucapkan salam lalu memperkenalkan diri sebagai petugas Teknologi Informasi yang setiap malam membaca E-mail pribadinya, dan mengaku bahwa ia tahu segalanya dari E-mail tersebut? Film favoritnya, makanan apa yang ia makan untuk sarapan, atau yang lebih pribadi; Lincoln tahu apa yang Beth lakukan semalam dengan Chris, pacarnya. Benar, Lincoln amat cemburu membaca E-mail Beth yang satu itu.
Hari demi hari Beth dan Jennifer semakin sering membahas pasangan masing-masing. Itu artinya Beth semakin sering pula membahas Chris. E-mailnya tak lagi membicarakan Lincoln. Lincoln pun sebenarnya telah bertemu dengan Chris empat mata. (Bab 64) Dia merasa Chris sempurna. Lelaki itu memiliki sesuatu yang tidak dimilikinya untuk memikat Beth. Lincoln pun merasa tertekan ketika Beth benar-benar melupakannya di E-mail. Bahkan ketika Beth dan Chris putus (hlm. 359), kesempatan mendapatkan hati Beth terbuka sangat lebar, ia melewatkannya.
Seperti halnya kabur dari kenyataan, Lincoln lari dari bayang-bayang Beth. Ia berhenti dari pekerjaannya. Akan tetapi sebelum ia pergi, ia meninggalkan selembar surat di meja Beth. Surat yang nantinya akan mengubah keadaan di antara keduanya.
Novel ini terdiri atas 39 bab yang rata-rata tidak terlalu panjang. Bab-bab tersebut secara bergantian bercerita tentang Lincoln, lalu Beth dan Jennifer. Uniknya, bab Beth dan Jennifer hanya dituturkan oleh penulis lewat E-mail-Email mereka. Pada bab tersebut hanya ada percakapan Beth dan Jennifer dalam bentuk E-mail. Jadi, penulis menggunakan sudut pandang tokoh ketika menceritakan kehidupan Beth dan Jennifer, sedangkan ketika menceritakan Lincoln dan kesehariannya, penulis menggunakan sudut pandang dirinya sendiri. Akan tetapi pada bagian akhir cerita –bab 35 sampai bab 39, E-mail Beth dan Jennifer tidak digunakan lagi. Hingga akhir penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga, yaitu dirinya sendiri.
Attachments benar-benar dibangun dengan keluasan pengetahuan Rainbow Rowell sebagai mantan jurnalis. Dalam novel ini ia banyak menampilkan sketsa kehidupan para jurnalis koran beserta problem yang dihadapi setiap hari ataupun yang terjadi tiba-tiba. Sebagai contoh, Rainbow Rowell mengambil setting waktu akhir tahun 1999 hingga awal 2000. Maka, masalah yang paling menonjol saat itu dan ditampilkan secara smooth dalam novel ini adalah masalah Y2K (Year 2000 Problem). Rainbow Rowell benar-benar menyelipkan peristiwa tersebut sebagai pengantar ke bagian klimaks dalam cerita Lincoln dan Beth.
Dalam novel ini bertebaran pula acara-acara TV, radio, permainan, film-film, dan tempat-tempat yang terkenal pada masa akhir 90-an di Amerika. Bagi pembaca yang menggemari film-film hollywood akhir tahun 90-an, atau bagi pembaca yang pernah memiliki masa-masa indah di tahun tersebut yang melibatkan film-film itu, novel ini akan menjadi mesin waktu yang melenakan kenangan untuk kembali menguar sebagai nostalgia.
Konflik yang dibawakan novel ini begitu sederhana tapi pantas dibaca. Beberapa masalah yang dihadapi tiga tokoh utama diikat dengan satu benang merah sehingga satu sama lain saling bertemu dan menciptakan kisah. Dapat pembaca pahami dari beberapa kutipan berikut.
<<Beth kepada Jennifer>> Aku tidak tahu apakah aku masih percaya pada hal itu. Pria yang tepat. Pria yang sempurna. Satu-satunya. Aku kehilangan kepercayaanku pada kata ‘tepat’.
- Beth, hlm. 219
Dalam kutipan ini, Beth putus asa ketika Chris enggan menikahinya. Padahal mereka telah tinggal dalam satu atap selama 9 tahun. Berbeda dengan masalah yang dihadapi Jennifer. Ia telah menikah dengan laki-laki setia bernama Mitch. Mitch sangat menginginkan anak. Sementara Jennifer, ia bahkan benci membayangkan dirinya memiliki anak.
<<Jennifer kepada Beth>> Apa yang bisa kukatakan? Aku belum siap. Dan mungkin aku memberinya harapan palsu setiap kali aku menggunakan kata “suatu hari nanti” dan “pada akhirnya”. Aku tidak bisa membayangkan aku punya anak...
- Jennifer, hlm. 24
Kedua perempuan itu saling bertukar cerita melalui E-mail. Maka hadirlah Lincoln di antara mereka. Seiring waktu ia pun menyukai Beth karena kecerdasannya, tepat ketika ia sendiri sedang terbawa perasaan mengingat mantan kekasihnya yang telah berkhianat padanya.
Akan tetapi, di balik semua kelebihan novel ini, Attachments tetaplah novel terjemahan dari naskah asli yang berbahasa Inggris. Tentu tidak semua kata dari bahasa Inggris dapat diterapkan sesuai makna aslinya ke dalam kalimat berbahasa Indonesia. Dan beberapa kalimat mungkin luput dari perhatian penerjemah dan editor. Misalnya dalam kalimat berikut.
“... Dan jangan berani-berani membaca komik.” (hlm. 3)
Kata “dare” yang mungkin digunakan dalam versi bahasa Inggris untuk kalimat di atas lebih baik tidak dimaknakan sebagai “berani”. Lebih enak dibaca oleh kita orang Indonesia jika kalimatnya seperti ini, “... Dan jangan coba-coba membaca komik.”
Selain tentang diksi, yang perlu diperhatikan dalam penerjemahan adalah struktur kalimat. Struktur kalimat dalam bahasa Inggris berbeda dengan bahasa Indonesia. Contoh yang saya temukan dalam novel ini adalah kalimat berikut.
“Karena menurutnya mereka baik dan pintar dan lucu.” (hlm. 86) Seharusnya ditulis “... Karena menurutnya mereka baik, pintar, dan lucu.”
“Lincoln suka cara Beth mengomentari kakak dan adiknya, dan bosnya, dan dirinya sendiri.” (hlm. 148) Seharusnya ditulis “... Lincoln suka cara Beth mengomentari kakak dan adiknya, bosnya, dan dirinya sendiri.”
“Berada di suatu tempat di mana selalu ada ruang untuknya di meja, ...” (hlm. 119) Penggunaan kata “di mana” masih mengikuti struktur kalimat bahasa Inggris. Ketika diubah ke dalam bahasa Indonesia, lebih baik ditulis “Berada di suatu tempat yang selalu ada ruang untuknya di meja, ...”
Terlepas dari kekeliruan di atas, novel kedua Raibow Rowell ini sangat direkomendasikan bagi penikmat novel romance. Namun perlu hati-hati bagi pembaca yang memiliki riwayat pengkhianatan oleh kekasihnya. Novel ini dapat menyebabkan baper, mewekisasi, gangguan nostalgia dan teringat kembali. ^0^
Quotes bagus yang saya temukan di novel ini: